Jumat, 13 Januari 2012

KOMUNIKASI DALAM PERSPEKTIF TEORI PERTUKARAN SISTEM GADUH SAPI

“Perubahan sosial adalah transformasi dalam organisasi masyarakat, dalam pola berfikir dan dalam perilaku pada waktu tertentu” (Macionis 1987, dalam Sztompka).
Hampir disetiap masyarakat selalu mengalami perubahan. perubahan-perubahan yang terjadi bisa disadari ataupun tidak, artinya ada sebagian perubahan yang kurang menarik sehingga tidak disadari bahwa terjadi perubahan. Perubahan tersebut bisa berjalan sangat cepat maupun lambat.
Perubahan yang terjadi di dalam masyarakat bisa mengenai nilai-nilai sosial pola-pola prilaku, lembaga-lambaga, kemasyarakatan lapisan-lapisan di dakam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan sebagainya.
Pada intinya bahwa perubahan sosial (Social exchange) adalah segala perubahan pada lembaga-lambaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap-sikap dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Konsep dasar perubahan sosial mencakup tiga gagasan: (1) perbedaan; (2) pada waktu yang berbeda; (3) di antara keadaan sistem sosial yang sama (Sztompka, 2005)
Banyak teori-teori sosial yang mengkaji secara mendalam tentang perubahan sosial, modernisasi, teori fungsional structural, teori ketergantungan, penyadaran, interkasi, teori pertukaran dan sebagainya.
Salah satu teori sosial yang akan dibahas adalah teori pertukaran. Pertukaran merupakan cara yang paling ampuh dalam mememnuhi kebutuhan serta keinginan dari berbagai macam kelompok/masyarakat ataupun pribadi yang berbeda-beda, dalam pertukaran ini kadang-kadang ada sebagian pihak yang ingin merasa diuntungkan dalam pertukaran ini. Contoh yang paling aktual adalah antara majikan (perusahaan) dengan buruh/karyawannya, ataupun petani dengan pedagang.
Tetapi dalam pertukaran, adapula yang sama-sama untung, artinya bahwa pertukaran disini berjalan dengan baik. Salah satu penunjang keberhasilan pertukaran ini adalah adanya komunikasi yang baik antara kedua belah pihak.
Komunikasi sangat berperan penting dalam kehidupan sosial. Perubahan-perubahan yang terjadi tidak lepas dari komunikasi, komunikasi dapat memainkan peran yang sentral dalam perubahan ini, apakah dibawa kedalam jurang perubahan yang negatif atau dibawa kepada perubahan yang bersifat positif.
Pada makalah ini akan mengkaji komunikasi dalam perspektif teori pertukaran dengan membahas Sistem gaduh sapi di kota Salatiga terutama yang berkenaan dengan sistem gaduh (bagi hasil) dan manfaatnya. Pendekatan teori pertukaran Homans digunakan untuk melihat relevansinya. Menurut Homans yang menganalisa perilaku sosial pada jenjang sosiologi mikro, semua interaksi menusia melibatkan pertukaran, yaitu pertukaran antara imbalan (reward) dan biaya (cost).
Manusia pada dasarnya melakukan aktivitas melihat dari sudut pandang imbalan dan cost, dimana setiap manusia akan berfikir serta berjuang untuk mengurangi ongkos dan memaksimalkan keuntungan.
Studi Kasus SISTEM GADUH SAPI DIKOTA SALATIGA

”Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup (DPLH) Kota Salatiga akan mengedrop puluhan ternak sapi di lokasi tempat pembuangan akhir (TPA) sampah Dusun Ngronggo, Kelurahan Kumpulrejo, Kecamatan Argomulyo, Salatiga. Keberadaan sapi di TPA diharapkan dapat mengurangi sampah organik rumah tangga. Rencananya, untuk tahap pertama, jumlah sapi yang akan dipelihara di lokasi tersebut sebanyak 50 ekor dan diserahkan kepada pemulung dengan sistem gaduh”
Salah satu kendala terbesar apabila kita hendak beternak, terutama beternak sapi adalah dana. Ketiadaan dana ini banyak orang-orang atau peternak bingung untuk mencari dana, banyak para peternak tersebut berupaya untuk memimjam kepada bank, perum penggadaian ataupun sumber dana lainnya, tetapi sulit untuk mendapatkan pinjaman yang dapat mencukupi kebutuhannya. Salah satu alternatif yang dapat ditempuh oleh peternak adalah dengan sistem gaduh sapi.
Selain itu orang-orang yang hendak beternak tetapi tidak punya waktu dan tempat bisa menggunakan sistem ini, selain itu untuk pemerintah dengan menggunakan sistem ini dapat meningkatkan taraf hidup para peternak.
Gaduh merupakan istilah kerjasama ternak, dalam sistem ini dikembangkan sistem bagi hasil, biasanya jenis ternak yang akan ternakan adalah sapi, kerbau atau kambing.
Adapun sistem tersebut adalah investor yang mempunyai dana/uang membeli ternak (sapi) yang masih muda, lalu para investor tersebut dapat menitipkan sapinya kepada si pemelihara, dengan kesepakatan yang telah disepakati kedua belah pihak, si ternak (sapi) dibesarkan dan dikawinkan sampai mempunyai anak. Anak-anak sapi itulah hasil gaduh, aturannya adalah biasaya anak pertama sapi jadi milik investor, anak kedua milik si pemelihara dan begitu seterusnya. Selain itu bisa pula, apabila si sapi sudah besar lalu dijual, keuntungan dari selisih harga beli dengan harga jual ternak tersebut lalu dibagi antara investor dan pemelihara
Menurut Homans yang menganalisa perilaku sosial pada jenjang mikro bahwa semua interaksi manusia melibatkan pertukaran, yaitu pertukaran antara imbalan (reward) dan biaya (cost), dalam konteks sistem gaduh sapi interaksi antara investor dan pemelihara melibatkan pertukaran. Si investor menyerahkan uang atau sapi kepada si pemelihara, lalu si pemelihara merawat sampai besar/beranak hingga didapatkan hasilnya.
Sistem gaduh sapi terlebih dahulu dilakuakan perjanjian atau transaksi yang biasanya tidak tertulis atau dengan sistem kepercayaan.
Dalam pendekatan pertukaran seperti yang dinyatakan oleh wood (1982) dalam Liliweri (1994) terjadi dalam sistem gaduh sapi. Proses komunikasi antarpribadi dimulai dari kebutuhan dari pihak investor untuk menitipkan serta memelihara sapinya kepada si pemelihara. Pihak investor maupun pemelihara sebelum melakukan pertukaran terlebih dahulu akan mencari informasi tentang masing-masing pihak. Apabila sapi yang akan dipelihara sampai punya anak mungkin jelas pembagiannya, tetapi apabila sapi yang sudah besar tersebut akan dijual, mungkin pembagiannya yang akan di perjelas antara kedua belah pihak. Jangan sampai ada pihak yang merasa dirugikan. Apabila salah satu pihak ada yang merasa dirugikan dalam proses pertukaran ini maka sebaiknya jangan diteruskan.
Sistem gaduh ini sudah dijalankan dari dahulu, sistem ini bisa berjalan karena tingkat kepercayaan yang tinggi antara investor dengan pemelihara, terutama di pedesaan yang interaksi sosial yang masih kental. Setelah sistem gaduh sapi ini dijalankan, investor dan pemelihara biasanya akan mendapatkan keuntungan yang sama rata.
Sekarang, sistem gaduh ini diteliti lebih lanjut oleh ahli ekonomi syariah. sistem yang sudah jalan secara tradisional itu coba dibakukan aturan mainnya, dilembagakan, kesepakatan dibuat kontrak tertulis, lengkap dengan saksi tokoh masyarakat setempat, MOU dibuat dengan bahasa sederhana yang gampang dimengerti, memberi rasa keadilan pada masing-masing pihak, termasuk di dalamnya apabila terjadi resiko ternak mati waktu dipelihara. beberapa aturan syariah juga mulai disosialisasikan, antara lain komoditas yang dijadikan obyek muamalah bukan barang haram (misalnya ternak babi), tidak boleh ada pihak yang merasa dizalimi, tidak ada unsur spekulasi, tidak ada unsur riba, semua harus transparan.
Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup (DPLH) Kota Salatiga akan mengedrop puluhan ternak sapi di lokasi tempat pembuangan akhir (TPA) sampah Dusun Ngronggo, Kelurahan Kumpulrejo, Kecamatan Argomulyo, Salatiga. Keberadaan sapi di TPA diharapkan dapat mengurangi sampah organik rumah tangga. Rencananya, untuk tahap pertama, jumlah sapi yang akan dipelihara di lokasi tersebut sebanyak 50 ekor dan diserahkan kepada pemulung dengan sistem gaduh. Seperti halnya tempat pembuangan akhir sampah di beberapa daerah lainnya, di Ngronggo akan digaduhkan sapi pemakan sampah kepada para pemulung yang mengais rezeki di tempat tersebut.
Keberadaan sapi di TPA Ngronggo setidaknya dapat membantu mengurai sampah organik dari rumah tangga. Sebab berdasarkan pengamatan dinas DPLH, sampah organik rumah tangga merupakan bagian terbesar sampah yang ditampung di TPA itu. Sapi itu akan membantu mengurai sampah, meskipun tidak semua sampah organik dapat dikonsumsi sapi. sistem gaduh yang dipercayakan kepada para pemulung tidak lain untuk meningkatkan pendapatan mereka. Di sisi lain, sistem bertujuan pula untuk membangun kebersamaan dengan pemulung yang kebanyakan merupakan warga Dusun Ngoronggo.
Selain meningkatkan taraf hidup para pemelihara, si investor ataupun masyarakat yang lainnya dapat menikmati hasil dari sistem gaduh ini. Hal-hal yang seperti ini mungkin belum masyarakat yang mengetahui. Pemerintah seharusnya dapat menangkap fenomena pertukaran yang terjadi didalam masyarakat.
Dalam perjanjian gaduh sapi antar investor dan sipengelola akan terjadi komunikasi antarpribadi, kedua belah pihak akan mencari keuntungan-keuntungan yang bisa mereka dapatkan, biasanya akan terjadi masalah apabila sapi yang diternakkan mati. Apakah sapi itu mati dengan wajar atau kelalaian dari si pemelihara, permasalahn-permasalahan seperti inilah yang harus dibicarakan dari awal perjanjian.

PENTINGNYA SISTEM GADUH DI MASYARAKAT
Peran pemerintah dalam mensejahterkan masyarakat sangat penting. Sistem ini dapat digunakan oleh pemerintah dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Pada masyarakat pinggiran kota, khususnya di tempat pembungan sampah, seperti di Bantar Gebang bisa menggunakan sisitem ini.
Para pemulung-pemulung, selain mereka memulung sampah yang masih bisa digunakan atau didaur ulang, mereka juga bisa beternak untuk menambah pendapatan keluarganya, perubahan-perubahan taraf hidup untuk menjadi lebih baik merupakan keinginan setiap orang. Pemerintah dapat memberikan dana atau membeli sapi-sapi tersebut untuk dipelihara oleh sipemulung. Begitu pula pada masyarakat pedesaan, terutama para petani penggarap, para petani yang seperti ini tidak mempunyai usaha sampingan.
Dengan sistem gaduh ini para petani bisa mendapatkan tambahan dana untuk kehidupannya. Pada penerapan sistem ini yang harus pertama dilakukan adalah perencanaan yang tepat, apakah pesan yang disampaikan bisa dimengerti oleh sasaran. Pemerintah dapat mensosialisasikan sistem ini kepada masyarakat luas, khususnya para investor yang ingin bergerak dibidang peternakan.
Selain dapat menguntungkan para investor tersebut, para pemelihara binatang ternak tersebutpun bisa mendapatkan uang tambahan. Pada konsep pertukaran dicari adalah bagaimana kedua belah pihak yang saling terkait bisa mendapatkan keuntungan tanpa ada celah yang salah satunya merasa dirugikan.
Pada saat zaman Soeharto sistem ini pernah dicoba melalui mekanisme inpres, banpres, dan IDT (inpres desa tertinggal) tetapi tidak berjalan dengan baik Tetapi di lapangan tidak bisa berjalan bagus karena belum ada instrumen aturan yang cukup mapan.
Dengan kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan pada masa pemerintahan yang lalu, pemerintah pada saat ini sebaiknya belajar untuk mengoptimalkan sistem gaduh ini. Selain dapat mensejahterakan rakyat, pemerintah tidak akan rugi karena hasil dari sapi yang digaduhkan tersebut dikembalikan kepada pemerintah, pemerintah dapat menyalurkan system gaduh sapi ini bias kepada organisasi-organisasi masyarakat, ataupun per individu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar