Rabu, 15 Juni 2011

kONSTRUKSI TEORI EKSPLISIT DAN GAMBARAN IMPLISIT TENTANG KENYATAAN SOSIAL

Dalam beberapa hal, teori-teori ilmiah itu berbeda dari asumsi-asumsi yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari dan yang secara tidak sadar dimiliki orang. Tujuan utama dari bab ini adalah untuk melihat lebih jauh apa yang ada di balik kesadaran yang sederhana akan teori-teori yang kita ketemukan dalam kehidupan sehari-hari itu, menuju suatu pengetahuan akan perkembangan teori sebagai bagian dari suatu kegiatan ilmiah. Terlepas dari bagaimana eksplisit dan obyektifnya seorang ahli teori itu, asumsi-asumsi implicit dan yang diterima begitu saja (taken-for-granted), tidak dapat dihilangkan seluruhnya. Proses pembentukan teori berlandaskan pada gambaran-gambaran (images) fundamental tertentu mengenai kenyataan sosial. Gambaran-gambaran ini dapat mencakup asumsi-asumsi filosofis dasar mengenai sifat manusia dan masyarakat, atau sekurang-kurangnya pandangan yang mengatakan bahwa ada keteraturan tertentu, atau ada yang dapat diramalkan dalam dunia sosial. Tujuan yang kedua dari bab ini adalah menjelajahi gambaran-gambaran implicit mengenai kenyatan sosial yang mendasari tipe-tipe teori ilmiah yang berbeda satu sama lain. Satu perbedaan yang terdapat diantara gambaran-gambaran implicit mengenai kenyataan sosial adalah tingkatan sosial yang menjadi pusat perhatiannya. Dan tujuan yang ketiga dari bab ini adalah intuk membedakan tingkatan-tingkatan sosial ini.
Kaum "obyektivis" mengemukakan argumentasi bahwa ilmu-ilmu sosial harus menyerupai ilmu-ilmu alam sebanyak mungkin dalam hubungannya dengan asumsi-asumsi dasar serta teknik-teknik metodologisnya. Menurut mereka, hakikat teori apa saja, secara kuat didasarkan pada data empiris yang obyektif. Menurut aliran ini, proses-proses subyektif tidak dapat dimasukan dalam satu teori ilmiah, kalau dinyatakan dalam suatu bentuk prilaku yang dapat diamati. Prioritas pada mengukur prilaku nyata, atau kondisi-kondisi lingkungan, daripada memahami proses-proses subyektif.
Kelompok "subyektivis" menekankan pentingnya perbedaan kualitatif yang mendasar antara ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial. Kaum subyektivis mempertahankan bahwa pengamatan-pengamatan atas perilaku nyata (overt behavior) tanpa sadar akan arti subyektifnya tidak berhasil memberikan pemahaman atau penjelasan yang adekuat mengenai perilaku serupa itu. Kedua dimensi subyektif dan obyektif itu ada dalam kenyataan sosial, dan bahwa keduanya harus dihubungkan dengan teori sosiologi. Kenyataan sosial berbeda dari kenyataan dunia fisik, dalam pengertian bahwa kenyataan sosial itu bukan bagian dari lingkungan alam atau fisik, tetapi secara sosial dikonstruksikan melalui komunikasi symbol. Sifat tepat, sistematis, parsimonius (hemat dalam penggunaan istilah tanpa menghilangkan ketepatan artinya, penerjemah), tidak berarti harus mengesampingkan perhatian kita pada aspek subyektif perilaku.

I. KONSTRUKSI TEORI

Komitmen untuk membangun teori sosiologi sebagai seperangkat proposi yang dinyatakan secara sistematis dan saling berhubungan secara logis,yang didasarkan teguh pada data empiris, besar pengaruhnya terhadap para ahli sosiologi yang berkecimpung dalam konstruksi teori formal. Kebanyakan mereka yang terlibat dalam konstruksi teori mencerminkan suatu orientasi neopositivis. Artinya bahwa mereka melihat suatu persamaan yang erat antara ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu alam, sehubungan dengan asumsi-asumsi dasarnya, teknik-teknik metodologis, bentuk logis, dan dasar empiris. Karena komitmen mereka untuk mendirikan sosiologi sebagai satu ilmu empiris, kebanyakan mereka mencerminkan satu kebulatan tekat untuk tidak percaya pada konsep-konsep subyektif yang sulit dipahami dan bersifat tidak empiris. Juga banyak dari mereka berpendirian bahwa bentuk logis dari teori itu bersifat deduktif. Khususnya logika deduktif dipergunakan untuk menarik hipotesa-hipotesa tertentu yang dapat diteliti secara empiris dari proposisi-proposisi teoretis yang umum dan lebih abstrak. Pada umumnya mereka yang terlibat dalam konstruksi teori berpegang pada definisi-definisi eksplisit dan formal tentang konsep-konsep, variable-variabel, dan system klasifikasi; prosedur-prosedur yang eksplisit dan formal untuk menghubungkan konsep-konsep dan variable-variabel dalam pernyatanan-pernyataan proposisi; prosedur-prosedur logika formal dalam merumuskan pernyataan-pernyataan proposisi harus bersifat sedemikian rupa sehingga proposisi-proposisi baru dapat ditarik; prosedur-prosedur yang menyangkut operasionalisasi dan pengukuran empiris (khususnya yang bersifat statistik) mengenai konsep-konsep dan variabe-varibel. Komponen-komponen teori yang terdiri dari konsep dan variable, sistem klasifikasi, proposisi, masalah penjelasan kausal, variable independen dan variable dependen, tipe-tipe proposisi, teori sebagai seperangkat proposisi.
1. konsep dan variabel
konsep-kosep merupakan ramuan dasar dan fundamental dalam setiap teori. Suatu konsep adalah suatu kata (atau pernyataan simbol lainya) yang menunjuk pada gejala atau sekelompok gejala; konsep adalah nama yang kita pergunakan untuk menunjukan dan mengklasifikasikan pencerapan dan pengalaman-pengalaman kita. Menghubungkan suatu nama tertentu dengan suatu benda, pengalaman, atau kejadian adalah langkah pertama yang sangat penting untuk menganalisa dan memahaminya. Selanjutnya sekali konsep-konsep itu dikembangkan, maka konsep-konsep itu dapat membantu memberi struktur pada persepsi orang mengenai fakta. Salah satu alasan mengapa konsep tidak hanya sekedar cerminan fakta pengalaman persepsi kita adalah bahwa konsep-konsep itu secara khas merupakan abstraksi dari pengalaman dan bahwa konsep-konsep itu memungkinkan kita untuk membuat generalisasi dari pengalaman-pengalaman yang khusus. Biasanaya dibedakan antara konsep-konsep yang observable (yang dapat diamati) dan yang construct. Sesuatu yang observable merupakan konsep kalau dia menunjuk pada satu obyek atau peristiwa khusus atau sejenis lainya, yang dapat ditangkap langsung dengan indera. Sedangkan konsep construct adalah yang menunjukan pada hakekat atau proses yang tak dapat diamati secara langsung, tetapi yang eksistensinya disimpulkan dari sesuatu yang dapat diamati atau seperangkat konsep yang juga dapat diamati. Tingkat- abstraksi yang mungkin paling rendah menunjuk pada konsep-konsep yang dasar (primitive) dan konkret.
2. Sistem klasifikasi
Konsep-konsep membentuk suatu dasar yang penting untuk klasifikasi. Sekurang-kurangnya satu konsep membedakan "hal-hal: yang termasuk dalam kelas yang ditunjuk oleh konsep itu dan hal-hal lainya. Dengan menggunakan variable-variabel, mungkin bagi kita untuk mengkategorisasi kasus-kasus yang berbeda dalam gejala-gejala yang ditunjuk oleh konsep itu menurut perbedaan-perbedaan yang penting yang diperhatikanya.Variable-variabel yang terdapat dalam sistem klasifikasi berbeda menurut apakah variable itu memperlihatkan kategori-kategori yang bersifat diskrit (discrete) atau yang bersifat kontinum. Konsep, variable, dan system klasifikasi adalah bahan-bahan mentah yang perlu untuk bangunan teori. Untuk membentuk teori, langkah pertama yang harus diambil adalah mendefinisikan konsep-konsep. Karena begitu banyak konsep yang dipergunakan oleh ahli sosiologi yang dipinjam dari bahasa yang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari, maka para ahli sosiologi harus menghilangkan ambiguitas, kekaburan dan kesimpangsiuran arti-arti yang berubah-ubah dan macam-macam itu untuk mengembangkan satu definisi yang jelas dan tepat. Selain itu, mungkin perlu juga memperinci pentingnya suatu konsep tertentu untuk mengembangkan implisi-implisinya, menyebutkan contoh-contohnya dan seterusnya.
3. Proposisi
Dalam usaha menentukan komponen-komponen dasar dari teori, kita masuk pada tahap berikutnya, yakni proposi. Proposisi adalah satu pernyataan mengenai satu hubungan antara dua atau lebih konsep, khususnya hubungan antara variable-variabel. Dalam pernyataan-pernyataan serupa itu, kita berada diawal suatu usaha yang secara tentative mencoba menjawab "mengapa". Apa yang ingin kita jawab adalah terutama kita mau mengetahui mengapa satu variable tertentu memiliki suatu nilai tertentu. Metode ilmiah secara baku dipergunakan untuk menjawab pertanyaan diatas adalah mencari suatu variabel yang mempengaruhi variabel pertama. Pernyataan tentang hubungan ini merupakan satu proposisi.
4. Masalah Penjelasan Kausal
Secara ideal, usaha untuk mengembangkan pernyataan-pernyataan proposisi diarahkan ke penjelasan kausal. Tetapi betapapun kita sangat hati-hati untuk begitu saja membuat pernyataan bahwa X menyebabkan Y, sesungguhnya kita mau mengetahui apa yang menyebabkan variasi yang demikian itu. Pernyataan-pernyataan kausal sangat sulit untuk dibuktikan, seperti yang ditunjukan oleh banyak ahli teori dan ahli filsafat. Urutan sebab-akibat menurut waktu berbeda dari kedua pengertain diatas. Yang pertama, akibat mengikuti sebab dalam urutan waktu; yang kedua, sebab nampaknya mengikuti akibatnya. Meskipun para ahli filsafat menemukan kesulitan pengertian sebab-sebab mengikuti akibat-akibatnya dalam urutan waktu, pengertian sebab ini mempunyai arti dalam kasus tindakan yang diarahkan ketujuannya. Perbedaan lain yang oleh ahli filsafat adalah antara sebab yang perlu (necessary) dan sebab yang cukup (sufficient). Singkatnya, suatu pernyataan kausal yang perlu adalah pernyataan mengenai suatu kondisi atau factor (variabel) yang harus ada (atau berubah dalam satu cara tertentu) untuk kondisi yang kedua supaya ada (atau berubah dalam suatu cara tertentu). Meskipun terdapat kesulitan dalam menentukan hubungan kausal yang tegas menggunakan bahasa yang mengandung penyebaban, sekurang-kurangnya dalam pengertian yang longgar mengenai faktor yang ikut menyumbang. Hal ini disebabkan karena kita bertujuan untuk memberikan penjelasan mengenai gejala sosial (meskipun tidak semua penjelasan harus merupakan penjelasan kausal). Penilaian kita mengenai hubungan-hubungan kausal (dalam keadaan tidak ada bukti yang mutlak) cenderung dipengaruhi oleh faktor-faktor kuatnya korelasi antara variabel yang satu dengan variabel yang lainnya, khususnya kalau korelasi itu ditentukan atau dibentuk dalam macam-macam kondisi, logika dan kuatnya argumen yang menghubungkan variabel-variabel itu dalam suatu hubungan kausal, dan arti yang penuh, serta keyakinan subyektif akan proses yang terkandung dalam proposisi itu.
5. Variabel Independen Versus Variabel Dependen
Diskusi-diskusi kita mengenai proposisi sejauh ini sudah menyangkut variabel dependen sebagai variabel yang utama. Artinya, kita mengasumsikan bahwakita mau menjelaskan variasi dalam satu variabel, dan hal ini memungkinkan kita untuk mengidentifikasi variabel independen yang dalam pikiran kita menjelaskan variasi ini. Tetapi juga mungkin untuk mulai dengan variabel independen sebagai variabel utama, dan kemudian menjajagi variabel-variabel lainnya yang dipengaruhi oleh variabel khusus ini. Dengan variabel independen sebagai variabel utama, perhatian diarahkan kepada akibat-akibat atau konsekuensi-konsekuensinay. Sering tipe analisa ini mulai dengan mencatat perubahan dalam suatu variabel, dan kemudian pernyataan-pernyataan ditunjukan ke akibat-akibat yang ditimbulkan perubahan ini. Dalam beberapa proposisi, keputusan mengenai variabel mana yang independen dan mana yang dependen tidak bisa ditentukan dengan pasti. Hal ini sangat jelas kalau hubungannya bersifat saling tergantung. Artinya, setiap variabel mempengaruhi dan dipengaruhi oleh yang lainnya; keduanya bekerja sebagai variabel dependen dan independen.
6. Tipe-tipe Proposisi
Proposisi-proposisi saling berbeda satu sama lain dalam beberapa hal yang penting menurut keabstrakan dan generalisasinya, menurut kemampuan tahan ujinya dan tingkatan di mana proposisi-proposisi itu sudah didukung secara empiris. Mereka yang berkecimpung dalam bidang konstruksi teori biasanya membedakan antara tipe-tipe proposisi seperti aksioma, postulat, dan hukum. Proposisi sering dibedakan dari hipotesa dimana hipotesa merupakan pernyataan mengenai hubungan-hubungan yang mungkin ada, yang dapat diuji secara empiris, yang berasal dari proposisi yang lebih abstrak.
7. Teori: Seperangkat Proposisi
Sebegitu jauh kita sudah mengidentifikasi konsep, system klasifikasi, dan proposisi sebagai komponen-komponen teori. Konsep merupakan bahan mentah banguna teori yang paling dasar karya teoritis pada tingkatan konseptual mencakup definisi, analisa konseptual, dan prnyataan yang menegaskan adanya gejala empiris yang ditunjuk oleh satu konse (existence statement). Pada tingkatan klasifikasi, karya toritis mencakup pembentukan kategori dan klasifikasi gejala-gejala empiris. Tingkatan berikutnya adalah proposisi yang merupakan pernyataan yang menghubungkan dua atau lebih konsep (variabel). Bentuk konstruksi teori yang bersifat aksiomatis atau deduktif pada intinya mencakup pengaturan proposisi-proposisi dalam satu bentuk hirarkis, dari hukum yang paling umum turun ke hipotesa yang paling spesifik. Proposisi di tingkatkan bawah secara logis berasal dari proposisi tingkatan yang lebih tinggi dan yang lebih umum sifatnya; atau proposisi tingkatan bawah itu merupakan hal-hal yang spesifik daru proposisi yang lebih umum itu.
II. ASUMSI DASAR DAN NILAI

Mencakup gambaran fundamental yang dimiliki ahli sosiologi mengenai pokok permasalahan yang dipelajari dalam sosiologi, pilihan konsep-konsep yang digunakan untuk menggambarkan menganalisa apa yang dipelajari, penentuan masalah tertentu untuk penelitian, dan strategi-strategi yang digunakan dalam proses analisanya.
Nilai mempengaruhi pilihan nyang dibuat seorang ilmiawan, seperti masalah-masalah tertentu atau bidang-bidang yang pantas untuk dipelajari. Teori-teori ilmiah bersandar pada asumsi-asumsi intelektual yang bersifat implicit tentang hakikat dasar dari pokok permasalahan yang mungkin tidak dapat dinyatakan secara formal.
1. Konsep Paradigma
paradigma adalah sesuatu yang terdiri dari pandangan hidup yang dimiliki oleh para ilmuwan dalam suatu disiplin tertentu. Misalnya: Pandangan hidup yang terdapat dalam fisika Newton akan membentuk satu paradigma, sebagai satu pandangan hidup yang bertentangan dengan fisika menurut Einstein.
2. Sosiologi Sebagai Satu Ilmu Multiparadigmatik
Bahwa pelbagai paradigma itu sebenarnya memperlihatkan tingkatan-tingkatan kenyataan sosial yang bersifat alternatif. Menyukai satu paradigma lebih daripada yang lainnya benar-benar merupakan pilihan untuk memusatkan perhatian pada satu tingkatan kenyataan sosial.

III. Multiparadigma Dan Tingkat Majemuk Kenyataan Sosial

Beberapa cara untuk mengklasifikasi pelbagai tingkatan kenyataan sosial yang dapat kita tunjukan sebagai berikut:
1. Tingkat Individual
2. Tingkat Antarpribadi
3. Tingkat Struktur Sosial
4. Tingkat Budaya
IV. Konstruksi Kenyataan Sosial Dan Perkembangan Teori Sosial
Persfektif Berger dan Luckmann mengenai konstruksi sosial atas kenyataan dapat diterapkan pada teori sosiologi, seperti juga pada ciptaan budaya lainnya. Bagi mereka masyarakat itu sendiri dan pelbagai institusinya diciptakan dan dipertahankannya atau diubah melalui tindakan dan interaksi manusia.

Baca selengkapnya......

KONTEKS SOSIAL TEORI SOSIOLOGI

Ada yang umumnya dikemukakan orang dalam bentuk pertanyaan "apa gunanya teori dan mana faktanya?. Kalau tidak ada fakta yang kuat seringkali ide lalu menjadi tidak karuan apa artinya teori tanpa fakta. Fakta tidak selalu jelas maka teori yang dapat membantu untik menginterpretasikan dan menilai, dimana suatu teori yang baik dapat membantu untuk memahami fakta, menjelaskan dan memberikan ramalan yang valid.
Dalam kehidupan sosial ada penerapan istialah-istilah sosiologis serta ide-ide pada peristiwa-peristiwa yang terjadi. Diantaranya yang diperkenalkan oleh para ahli teori klasik seperti Durkheim, Weber, dan Spencer dan juga para ahli modern seperti Merton, dan Parson.
Para ahli zaman klasik dimana sosiologi lebih dihubungkan dengan usaha pribadi, sedangkan para ahli modern menganggap perorangan tidak lagi bersifat dominan. Pada umumnya teori sosial dapat diklasifikasikan menurut tingkatan anlisa seperti pola-pola budaya, struktur sosial, dan hubungan antar pribadi.
Sosiologl pertamakali diperkenalkan oleh August Comte, dengan bukunya the course of positive philosophy yang diterbitkan pada tahun 1830 dan 1842 yang mencerminkan suatu komitmen yang kuat terhadap metode ilmiah. Metode ini harus diterapkan untuk menemukan hukum-hukum alam yang mengatur gejala-gejala sosial.
Pada awal abad ke-19, metode ilmiah mengalami kemajuan pesat dalam ilmu pengetahuan fisik. Satu hasil dari pertumbuhan sikap ilmiah itu asalah dorongan untuk perkembangan teknologi. Ilmu pengetahuan membuktikan manfaatnya dalam merangsang perkembangan teknologi baru.
Para ahli teori sosial memberikan perhatian pada perubahan sosial, diantaranya Daniel Bell yang menganalis munculnya masyarakat pasca-industri. Sumber-Sumber Sejarah dalam teori sosiologl dapat kita lihat secara umum sebagai berikut:
1. Politik ekonomi Laissez-Faire ala skotlandia-Inggris dan Utilitarianisme Inggris.
Teori ini bersifat Individualistik dan memandang manusia itu pada dasarnya bersifat rasional, selalu menghitung dan mengadakan pilihan yang dapat memperbesar kesenangan pribadi dan menekan biaya.
2. Positivisme Prancis Sesudah Revolusi
Pendekatan ini diwakili oleh St Simon dan Comte pada awal pertengahan abad ke-19 dan Durkheim pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Positivisme menunjuk terhadap pengetahuan empiris. Menurut pendekatan ini, semua yang kita tahu akhirnya berasal dari pengalaman inderawi/ dara empiris.
3. Historisme Jerman.
Pendekatan ini menekankan perbedaan antara ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan sosial. Tokohnya Hegel.
4. Pragmatisme Amerika dan Psikologi Sosial
Sumbangan Amerika yakni perkembangan Psikologi sosial, khususnya persfektif interaksionisme symbol. Perkembangan ini dikaitkan dengan aliran Chicago tahun 1920-1930. Satu sifat yang khas dalam mentalitas Amerika adalah bahwa mereka tidak tahan akan ide-ide yang sangat spekulatif, yang tidak mempunyai nilai praktisnya.

Baca selengkapnya......

Selasa, 14 Juni 2011

6 langkah Model perencanaan humas

1. Pengenalan situasi
2. Penetapan tujuan
3. Definisi khalayak
4. Pemilihan media dan teknik-teknik humas
5. Perencanaan anggaran
6. Pengukuran hasil
PENGENALAN SITUASI
Perencanaan Logis
Kunci pertama dalam menyusun suatu rencana secara logis adalah pemahaman terhadap situasi yang ada. Sebelum kita merumuskan suatu program humas, kita perlu mengetahui titik awalnya. Untuk memahami situasi, kita memerlukan informasi atau data intelijen. Perlu diadakan suatu studi mengenai situasi-situasi internal maupun eksternal yang dihadapi organisasi sebagai implikasi dari inti kegiatan humas yang senantiasa menjunjung tinggi kebenaran dan kejujuran, menuntut keterbukaan yang memerlukan komunikasi yang baik.
Proses transfer humas
Tujuan paling utama dari kegiatan humas adalah menciptakan pemahaman. Setiap praktisi humas berkewajiban menjadikan khalayak organisasinya memahami produk atau kehadiran organisasi secara keseluruhan. Mereka sama sekali tidak dibebani tugas untuk membuat khalayak tadi menyukai atau mencintai organisasinya. Kalau khalayak bisa memahami kondisi organisasi, meskipun mereka tidak menyukainya, tujuan humas sudah tercapai. Jadi di sini yang harus ditekankan adalah pengertian dan pemahaman.
Kompromi yang diperlukan
Dengan menyadari berbagai kesulitan dalam melaksanakan proses transfer humas dari sikap negatif menjadi sikap positif, maka setiap praktisi humas harus selalu realistis, dan jangan sampi terjebak dalam sikap optimisme yang berlebihan. Tidak ada jaminan bahwa ia akan berhasil sepenuhnya. Ada baiknya jika kita menetapkan target yang wajar.
Penyelidikan situasi
Guna memahami situasi yang ada, kita perlu mengadakan suatu investigasi atau penyelidikan. Investigasi itu sendiri bisa dilakukan melalui suatu observasi atau melalui suatu studi informasi dan statistik (studi kepustakaan). Tetapi kalau kegiatan itu belum juga memunculkan hasil yang memuaskan, maka kita mau tidak mau harus mengadakan penelitian yang khusus dan mendalam.
Pengumpulan pendapat
Salah satu metode yang paling sering digunakan oleh praktisi humas adalah pengumpulan pendapat atau studi sikap (attitude study) dimana seorang pewawancara akan mengajukan serangkaian pertanyaan kepada sejumlah responden sampel yang dianggap cukup mewakili suatu khalayak yang hendak dituju. Selanjutnya, jawaban mereka dikelompokkan menurut kategori tertentu.
Pemecahan masalah
Setelah kita mampu mengenali situasi dengan baik, maka kita juga akan dapat mengenali masalah yang ada serta mencari cara untuk memecahkannya. Humas seringkali juga merupakan suatu kegiatan untuk memecahkan masalah. Antara kegiatan humas dan kegiatan pemecahan masalah memang terkait erat karena kita tidak akan mungkin mengatasi suatu persoalan jika kita tidak memahaminya terlebih dahulu.
Metode-metode pengenalan situasi
a. Survei-survei yang khusus diadakan untuk mengungkapkan pendapat, sikap-sikap masyarakat atau citra organisasi di mata khalayaknya
b. Pemantauan berita-berita di media massa, baik media cetak maupun media elektronik
c. Tinjauan terhadap angka dan grafik penjualan serta menelaah berbagai indikasi yang terkandung di dalam laporan-laporan tahunan
d. Tinjauan terhadap kondisi-kondisi persaingan pada umumnya di pasar
e. Tinjauan terhadap fluktuasi harga-harga saham (jika organisasi anda adalah sebuah perusahaan yang sudah go public), survei terhadap pendapat umum di kalangan para pelaku pasar bursa, penafsiran angka deviden, serta penelaahan data neraca keuangan.
f. Situasi hubungan industri pada umumnya (antara lain terwujud berupa frekuensi pemogokan dan protes terhadap suatu kebijakan dari pihak manajemen yang mencakup berbagai hal seperti angka gaji, fasilitas kerja dan sebagainya)
g. Kondisi dan pengaruh cuaca (jika hal itu memang relevan bagi organisasi anda)
h. Frekuensi keluhan konsumen, penerimaan produk, serta laporan atas hasil uji coba produk di pasar
i. Diskusi mendalam dengan para petugas penjualan serta para distributor
j. Tinjauan secara seksama terhadap harga-harga produk dan fluktuasinya
k. Kajian secara mendalam terhadap berbagai kekuatan pasar mulai dari yang bersifat ekonomis, sosial, hingga yang berdimensi politis
l. Sikap-sikap tokoh masyarakat yang merupakan para pencipta atau pemimpin pendapat umum
DEFINISI TUJUAN
Definisi Tujuan
1. Untuk mengubah citra umum di mata khalayak sehubungan dengan adanya kegiatan-kegiatan baru yang dilakukan oleh perusahaan.
2. Untuk meningkatkan bobot kualitas para calon pegawai
3. Untuk menyebarluaskan suatu cerita sukses yang telah dicapai oleh perusahaan kepada masyarakat dalam rangka mendapatkan pengakuan.
4. Untuk memperkenalkan masyarakat kepada masyarakat luas, serta membuka pasar-pasar baru
5. Untuk mempersiapkan dan mengkondisikan masyarakat bursa saham atas rencana perusahaan untuk menerbitkan saham baru atau saham tambahan.
6. Untuk memperbaiki hubungan antara perusahaan itu dengan khalayaknya, sehubungan dengan telah terjadinya suatu peristiwa yang mengakibatkan kecaman, kesangsian, atau salah paham di kalangan khalayak terhadap niat baik perusahaan.
7. Untuk mendidik para pengguna atau konsumen agar mereka lebih efektif dan mengerti dalam memanfaatkan produk-produk perusahaan.
8. Untuk meyakinkan khalayak bahwasanya perusahaan mampu bertahan atau bangkit kembali setelah terjadinya suatu krisis.
9. Untuk meningkatkan kemampuan dan ketahanan perusahaan dalam menghadapi resiko pengambilalihan (take-over) oleh pihak-pihak lain.
10. Untuk menciptakan identitas perusahaan yang baru
11. Untuk menyebarluaskan informasi mengenai aktivitas dan partisipasi para pimpinan perusahaan organisasi dalam kehidupan sosial sehari-hari.
12. Untuk mendukung keterlibatan suatu perusahaan sebagai sponsor dari suatu acara.
13. Untuk memastikan bahwasanya para politisi benar-benar memahami kegiatan-kegiatan atau produk perusahaan yang positif, agar perusahaan yang bersangkutan terhindar dari peraturan, undang-undang, dan kebijakan pemerintah yang merugikan.
14. Untuk menyebarluaskan kegiatan-kegiatan riset yang telah dilakukan perusahaan, agar masyarakat luas mengetahui batapa perusahaan itu mengutamakan kualitas dalam berbagai hal.
Faktor-faktor yang Harus Diperhitungkan Dalam Menetapkan Skala Prioritas
•Keterbatasan sumber daya khususnya dana
•Sejauh mana pimpinan perusahaana atau organisasi yang bersangkutan menyadari arti penting humas dan seberapa baik ia menjalin hubungan dengan kalangan media massa
•Ketersediaan para manager di tingkat operasional untuk bekerjasama
•Kerjasama yang erat antara manager humas dan manager personalia untuk memperbaiki bobot para calon pegawai baru
KHALAYAK
Penetapan Khalayak
Sebesar apapun suatu organisasi tidak mungkin menjangkau semua orang. Ia harus menentukan sebagian diantaranya yang sekiranya paling sesuai atau yang paling dibutuhkannya. Dengan jenis dan jumlah khalayak yang lebih terbatas, suatu organisasi akan lebih efisien dalam mengarapnya, apalagi jika dikaitkan dengan kelangkaan sumber daya.
MEDIA DAN TEKNIK-TEKNIK PUBLIC RELATIONS
Pemilihan Media dan Teknik Humas
Contoh: para jurnalis untuk media, dan penyelenggaraan acara resepsi pers untuk tekniknya.
Bila kita membandingkan media humas dan media iklan, akan muncul lima hal menarik:
1) Kampanye periklanan dan kampanye humas sama-sama bisa menggunakan berbagai macam media.
2) Para praktisi humas berhubungan dengan para editor, jurnalis, serta para produser TV dan radio, sedangkan para praktisi periklanan lebih banyak berhubungan dengan para manager iklan dari berbagai perusahaan, petugas iklan di media massa (radio, koran, televisi, majalah, dan sebagainya).
3) Iklan sifatnya jauh lebih komersial dibandingkan dengan humas.
4) Kampanye periklanan biasanya dilakukan terbatas pada media-media yang bisa diharapkan akan membuahkan hasil maksimal (misalnya lonjakan penjualan) dengan biaya serendah-rendahnya. Sedangkaan kampanye humas bersedia menggunakan media apa saja, asalkan bisa menjangkau sebanyak mungkin khalayak.
5) Tidak seperti dunia periklanan, dunia kehumasan dapat menggunakan berbagai media khusus seperti jurnal-jurnal internal, buletin atau sekedar majalah dinding.
Variasi Media Humas
a) Media pers (press)
Media ini terdiri dari berbagai macam koran yang beredar di masyarakat secara umum, baik yang berskala regional maupun nasional atau bahkan internasional, koran-koran gratis, majalah-majalah, yang diterbitkan secara umum maupun hanya dalam jumlah terbatas untuk kalangan tertentu; buku-buku petunjuk khusus; buku-buku tahunan dan laporan-laporan tahunan dari berbagai lembaga yang sengaja dipublikasikan untuk umum.
b) Audio-visual
Media ini terdiri dari slide dan kaset video, film-film dokumenter.
c) Radio
Kategori ini meliputi semua jenis radio, mulai dari yang berskala lokal, nasional hingga internasional baik yang dipancarkan secara luas maupun yang dikemas secara khusus.
d) Televisi
Televisi sebagai media humas tidak hanya televisi nasional atau regional tapi juga televisi internasional, termasuk pula sistem-sistem teletex.
e) Pameran (exhibition)
f) Bahan-bahan cetakan (printed material)
Yakni berbagai macam bahan cetakan yang bersifat mendidik, informatif, dan menghibur yang disebarkan dalam berbagai bentuk guna mencapai tujuan humas tertentu.
g) Penerbitan buku khusus (sponsored books)
Isi buku ini bisa bermacam-macam, misalnya saja mengenai seluk-beluk organisasi, petunjuk lengkap mengenai cara penggunaan produk-produknya atau bisa juga mengenai keterangan tentang berbagai aspek yang berkenaan dengan produk atau organisasi itu sendiri.
h) Surat langsung (direct mail)
Surat humas seperti ini tidak saja ditujukan kepada tokoh atau pribadi-pribadi tertentu saja, tetapi juga kepada berbagai macam lembaga yang sekiranya relevan, atau untuk dipajang di tempat-tempat umum.
i) Pesan-pesan lisan (spoken words)
Penyampaian pesan humas juga bisa dilakukan melalui komunikasi langsung atau tatap muka.
j) Pemberian sponsor (sponsorship)
Suatu organisasi atau perusahaan bisa pula menjalankan kegiatan humasnya melalui penyediaan dana atau dukungan tertentu atas penyelenggaraan suatu acara seni, olahraga, ekspedisi, beasiswa universitas, sumbangan amal, dan sebagainya. Kegiatan penyediaan sponsor ini juga sering dilakukan dalam rangka melancarkan suatu iklan atau mendukung usaha-usaha pemasaran.
k) Jurnal organisasi (house jurnals)
Suatu bentuk terbitan dari sebuah perusahaan atau organisasi yang sengaja dibuat dalam rangka mengadakan komunikasi dengan khalayaknya.
l) Ciri khas (house style) dan identitas perusahaan (corporate identity)
Bentuknya bisa bermacam-macam, tergantung pada bentuk dan karakter organisasinya. Ciri khas organisasi atau identitas perusahaan ini sengaja diciptakan untuk mengingatkan khalayak atas keberadaan dari organisasi yang bersangkutan.
m) Bentuk-bentuk media humas lainnya
Misalnya banyak perusahaan sengaja menyisipkan pesan-pesan sosial pada kemasan produknya agar khalayak mengetahui bahwa mereka bukanlah binatang ekonomi yang semata-mata mengejar keuntungan.
Media dan Anggaran
Para perencana media humas juga harus memperhitungkan media mana yang harus digunakan untuk menjangkau khalayak yang telah dipilih, tentunya sesuai dengan keterbatasan anggaran yang ada.
ANGGARAN
Biaya-biaya Perencanaan
Humas merupakan kegiatan yang padat karya, sehingga pos pengeluaran terbesar dihabiskan untuk pemakaian jam kerja alias gaji personil. Pos pengeluaran lain yang cukup besar akan tercipta bila pelaksanaan kegiatan humas itu juga melibatkan pemakaian alat-alat canggih seperti kamera video, komputer, hingga mesin cetak modern. Adakalanya, pos-pos pengeluaran itu dialihkan ke anggaran yang lain misalnya saja ke anggaran dokumentasi.
PENGUKURAN HASIL
Pengukuran Keberhasilan atau Kegagalan
Teknik-teknik yang digunakan untuk mengenali situasi sering juga dimanfaatkan guna mengevaluasi berbagai hasil yang telah dicapai dari segenap kegiatan-kegiatan humas yang telah dilaksanakan. Metode pengumpulan pendapat atau uji sikap (attitude test) merupakan dua metode yang paling lazim digunakan.
Unsur lain yang bisa digunakan sebagai metode tolak ukur adalah liputan oleh media massa. Sikap-sikap media massa yang lebih simpatik terhadap suatu organisasi bisa pula dipandang sebagai salah satu bukti keberhasilan atas segenap kegiatan humas yang telah dilaksanakan oleh organisasi itu.
Contoh-contoh Lain Hasil Humas
Setelah kampanye atau program humas usai dilaksanakan, maka guna mengukur hasilnya kita bisa memanfaatkan keempat belas tujuan sebagai suatu tolak ukur atau bahan perbandingan.
Hal terakhir yang perlu ditegaskan di sini adalah setiap kegiatan humas harus dilaksanakan secara sungguh-sungguh dan profesional. Sebelumnya, segala sesuatunya harus sudah direncanakan secara cermat, dengan mengacu pada tujuan-tujuan yang hendak dicapai. Segala sesuatunya harus dibuat sepraktis mungkin agar mudah dipahami dan diterima (disetujui) oleh pihak manajemen.
oleh : Muhammad alif, S.Sos, M.Si

Baca selengkapnya......

Senin, 13 Juni 2011

MODEL MODEL PROSES KOMUNIKASI MASSA MALETZKE

Dalam beberapa studi dan model-model komunikasi massa, para peneliti menyisihkan satu atau kadang-kadang dua faktor untuk dijelaskan. Misalnya efek-efek tertentu terhadap tingkah laku. Ini dapat mengarah pada kesalahan kesimpulan, bahwa riset komunikasi massa sebaiknya dianalisa dengan menjelaskan satu atau dua faktor saja. Maletzke (1963), seorang ilmuwan Jerman menawarkan perspektif yang agak berbeda, dengan mengajukan “Schema des Feldes der Maasenkommunikation”. Model yang dibentuk secara metodis menyeluruh ini memperlihatkan komunikasi massa sebagai sebuah proses yang secara sosiologis dan psikologis dengan kompleks sifatnya. Karenanya, diperlukan penjelasan yang menyangkut berbagai faktor bukan hanya satu dua saja. Maletzke membuat modelnya dengan berdasarkan elemen-elemen “tradisional”, yaitu komunikator, isi pernyataan, medium dan komunikan. Tetapi diantara medium dan komunikan dia menambahkan elemen-elemen lain yaitu tekanan atau kendala dari medium, dan citra medium itu pada diri komunikan.
Dalam hal tekanan atau kendala medium, kita dihadapkan pada kenyataan bahwa ada perbedaan jenis adaptasi oleh komunikan terhadap media yang berbeda-beda pula. Setiap medium ada kelebihan dan keterbatasannya dan sifat-sifat medium haruslah dianggap mempunyai pengaruh terhadap cara komunikan menggunakannya dan sejauh mana isi medium tersebut. Misalnya, kita sulit memahami sebuah drama yang dimainkan di televisi dengan cara yang sama jika drama tersebut dimainkan di radio. Ungkapan “medium is the message” McLuhan (1964) yang sering dikutip, menunjukkan betapa seriusnya peran medium dalam hubungannya dengan isi pertanyaan. Dalam konteks ini, Maletzke menyatakan hal-hal yang relevan untuk dibicarakan, yaitu :
1. Jenis persepsi yang dituntut dari pihak komunikan (pemirsa, pembaca, dan sebagainya)
2. Sejauh mana komunikan terikat dengan medium secara ruang dan waktu
3. Perbedaan waktu antara peristiwa dengan konsumsi pesan tentang peristiwa tersebut.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengidentifikasi unsur-unsur komunikasi yang terlibat didalam proses komunikasi dalam sebuah artikel yang berjudul Penggelumbungan Ekonomi, ditulis oleh Thoby Mutis (Rektor Universitas Trisakti) dan di terbitkan harian Seputar Indonesia tanggal 21 Maret 2007 berdasarkan teori model proses komunikasi massa Maletzke sebagai salah satu tugas prasayarat mata kuliah Desain Pesan Komunikasi Pembangunan.
PEMBAHASAN


Artikel yang berjudul “Penggelembungan Ekonomi” oleh Thoby Mutis (Rektor Universitas Trisakti) secara garis besar menjelaskan tentang persoalan penggelembungan ekonomi yang tidak mencermnkan kondisi ekonomi yang sesungguhnya. Dimana keadaan ini seringkali dapat menghancurkan pergerakan ekonomi riil suatu bangsa.
Dari artikel ini, akan dibahas secara mendalam unsur-unsur komunikasi dan faktor-faktor kemunculan dari masing-masing unsur yang terlibat di dalam proses komunikasi yang meliputi source atau communicator, pesan (message) yang disampaikan, medium dan receivernya.

SOURCE (COMMUNICATOR)
Komunikator dari artikel ini adalah seorang ahli ekonomi yang juga mempunyai jabatan tertinggi di Universitas Trisakti. Thoby Mutis dalam tulisannya mengupas secara mendalam tentang penggelembungan ekonomi, pemilihan tema ini disesuaikan dengan kapasitas keilmuannya sebagai ahli perekonomian. Hal ini sesuai dengan teori maletzke dimana dikatakan bahwa seorang komunikator dalam proses komunikasi massa, sebagai aturannya lebih banyak memperoleh materi isi pernyataan yang potensial daripada yang akan disampaikannya.
Seorang komunikator harus memilih dari keseluruhan materi yang akan diperolehnya dengan kriteria tertentu. Dalam hal ini, Thoby memilih materi yang ditulisnya berdasarkan pada isu yang berkembang di kalangan masyarakat saat ini yaitu maraknya penggelembungan ekonomi yang secara tidak sadar dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat. Penulisan artikel ini juga dipengaruhi oleh citra diri dan organisasi serta lingkungan sosial Thoby sebagai komunikator yang berlatarbelakang kaum akademisi dan keilmuan khusus di bidang ekonomi. Sehingga Thoby dapat menuangkan apa yang ada dalam pikiran dan hasil researchnya untuk diinformasikan kepada publik. Agar pesan yang ingin disampaikannya dapat diterima khalayak luas maka penyampaian pesan melalui media massa merupakan salah satu cara yang tepat.
Ketika menetapkan bagaimana caranya menyusun dan membentuk isi pernyataan komunikator dihadapkan pada situasi pemilihan. Bagaimana seorang komunikator melakukan seleksi dan membentuk isi pernyataan dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini :
1. Tekanan atau Kendala Dari Isi Pernyataan
Seorang komunikator harus menyesuaikan bentuk isi pernyataan dengan jenis isi yang dikandungnya. Sebuah laporan dari pemahaman dapat juga dianggap sebagai bagian kolom gosip. Sebuah isi pernyataan dapat juga dianggap sebagai bagian dari keseluruhan apa yang disampaikan. Pemberitaan yang disusun secara khusus agar cocok untuk menjadi bagian dari keseluruhan program pemberitaan.
2. Tekanan atau Kendala Media
Setiap medium menyajikan kombinasi kendala dan kemungkinan kepada komunikator. Seorang jurnalis surat kabar dan jurnalis televisi menghadapi kondisi observasi yang berbeda dalam melaporkan satu kejadian yang sama.
3. Citra Diri Komunikator
Faktor ini tidak semata-mata merupakan bagaimana komunikator memandang dirinya sendiri sebagai komunikator, tetapi juga apakah ia menganggap dirinya sebagai interpreter suatu kejadian, seorang pejuang ideologi tertentu atau hanya cermin bagi kejadian-kejadian, dan apakah ia berpendapat peran profesionalnya kemungkinan ia menyampaikan nilai-nilai yang dianutnya atau tidak.
4. Struktur Keribadian Komunikator
Maletzke berpendapat bahwa kepribadian mempengaruhi tingkah laku komunikator.
5. Komunikator Dalam Kelompok Kerja
Seorang komunikator massa jarang bekerja sendirian, melainkan ia tergantung rekan-rekannya dan para spesialis di sekelilingnya. Inilah yang membedakan jurnalis dengan novelis. Kebebasan komunikator massa, karena ia bekerja dalam satu kelompok dibatasi oleh norma-norma dan nilai-nilai kelompok tersebut.

6. Komunikator Dalam Organisasi
Organisasi media massa berbeda-beda dalam hal besarnya organisasi itu, tujuan, jenis pemilikan dan kebijaksanaannya. Kesemuanya ini merupakan faktor penting bagi seorang komunikator. Mengenai kebijaksanaan, beberapa peneliti organisasi media massa telah melihat bahwa seorang jurnalis dapat saja memiliki kepercayaan dan sikap yang bertentangan dengan organisasinya, yang kemudian memaksa si jurnalis untuk mengikuti aturan-aturan yang implisit maupun eksplisit. Namun, komunikator juga memiliki kemungkinan untuk berusaha menyesuaikan diri dengan kebijaksanaan tersebut.
7. Tekanan dan Kendala Yang Timbul Dari Karakter Publik
Bagi isi media yang bersangkutan, kenyataan bahwa kegiatan produksi komunikator media massa terbuka untuk diawasi oleh publik, menimbulkan kendala-kendala tertentu terhadap kegiatan komunikator itu, baik dari segi psikologis maupun dari legalnya. Seringkali ada kontrol dalam tingkatan tertentu dilakukan lembaga-lembaga profesional.
8. Lingkungan Sosial Komunikator
Komunikator dalam melakukan pembentukan isi pernyataan dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya, bukan hanya oleh yang terlembaga pada kelompok kerja dan organisasinya saja.

PESAN ( MESSAGE )
Setelah kita membahas tentang komunikator dalam proses komunikasi model Maletzke ini, maka unsur selanjutnya adalah pesan (message). Pada artikel ini Thoby membahas tentang penggelembungan ekonomi.
Pesan ini tersampaikan dilatarbelakangi oleh isu yang berkembang di masyarakat dimana orang-orang banyak mempersoalkan penggelembungan ekonomi karena tidak mencerminkan kondisi ekonomi yang sesungguhnya. Pada artikelnya ini, Thoby membahas 12 hal penggelembungan dalam lingkup ekonomi, untuk memperkuat pesannya tersebut agar dapat diterima komunikan Thoby melengkapi tulisannya dengan menambahkan referensi-referensi lain dari ahli ekonomi dunia. Melalui pesan ini, Thoby sebagai komunikan menjabarkan kasus-kasus penggelembungan ekonomi yang terjadi di dalam maupun di luar negeri yang dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat. Diharapkan melalui pemikirannya ini masyarakat dapat memahami bagaimana proses penggelembungan ekonomi itu terjadi dan bagaimana akibat yang akan terjadi apabila kondisi ini terus menerus terjadi.

MEDIUM
Medium yang dimaksudkan dalam teori ini adalah media massanya. Maketzke menempatkan elemen-elemen tekanan atau kendala dari medium dan citra medium pada diri komunikan diantara proses medium dan komunikan.
Dalam hal tekanan atau kendala medium, dihadapkan pada kenyataan bahwa ada perbedaan jenis adaptasi komunikan terhadap media yang berbeda. Setiap medium ada kelebihan dan keterbatasannya, dan sifat-sifat medium haruslah dianggap mempunyai pengaruh terhadap cara komunikan menggunakannya dan sejauh mana si medium tersebut.
Citra medium yang ada pada komunikan menimbulkan harapan-harapan tentang isi medium tersebut, dan karenanya harus dianggap punya pengaruh terhadap cara komunikan memilih isi medium tersebut. Gengsi dan kredibilitas medium merupakan elemen-elemen dari citra tersebut.
Harian Seputar Indonesia merupakan salah satu media yang memiliki kredibilitas cukup baik di mata masyarakat meskipun harian ini belum lama muncul dibandingkan kompetitor besar lainnya. Tetapi karena satu manajemen dengan program berita Seputar Indonesia di stasiun TV RCTI maka harian ini sudah punya tempat tersendiri di masyarakat. Sehingga tidaklah mengherankan saat awal kemunculannya, harian ini sudah berhasil menyaingi kompetitor besar lainnya seperti Kompas dan Media Indonesia. Image yang dibangun oleh media ini berhasil mempengaruhi komunikannya ditunjang dengan nilai informasi yang diberikan media ini membuat komunikator dan komunikan memilih media ini sebagai penghubung penyampaian pesan agar komunikasi efektif dan tepat sasaran.



RECEIVER (KOMUNIKAN)
Komunikan yang dimaksud disini adalah konsumen harian Seputar Indonesia yang membaca artikel Thoby Mutis tersebut. Dalam hal ini komunikan dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut :
• Citra Diri Komunikan (Self Image)
Merupakan pandangan seseorang terhadap dirinya sendiri, peranan, sikap, menciptakan sebuah disposisi dalam menerima isi pernyataan, penelitian-penelitian psikologi-sosial, misalnya telah memperlihatkan bahwa komunikan cenderung menolak informasi yang tidak sama dengan nilai-nilai yang dianutnya. Tidak menutup kemungkinan pada artikel yang ditulis Thoby ini ada komunikan yang menolak pesan atau bahasan yang disampaikan karena perbedaan nilai atau pandangan. Dan ada komunikan lain yang menerima pesan tersebut dan menjadikan tulisan tersebut sebagai referensi tambahan. Hal tersebut menjadikan pesan yang disampaikan Thoby efektif karena adanya feedback.
• Struktur Kepribadian Komunikan (Personality Structure)
Ahli-ahli psikologi sosial seringkali menganggap bahwa ada orang-orang dengan kategori tertentu yang lebih mudah dipengaruhi daripada orang lainnya. Dinyatakan bahwa orang yang punya harga diri (self-essteem) rendah lebih mudah dibujuk. Dan ini seringkali terjadi pada proses komunikasi massa. Komunikan yang memiliki wawasan sempit akan lebih mudah untuk dipengaruhi atau menerima bahasan artikel Thoby tetapi komunikan yang wawasannya luas besar kemungkinan sulit untuk dipengaruhi.
• Konteks Sosial Komunikan (Social Environment)
Pada faktor ini bisa berupa masyarakat di sekitarnya, komuniti dimana si komunikan tinggal, kelompok yang diikutinya atau juga orang-orang yang berhubungan dengannya. Pentingnya peran kelompok ini telah pernah diteliti oleh para pelajar komunikasi. Semakin yakin seseorang bahwa dia adalah anggota sebuah kelompok tertentu, semakin kecil kemungkinan dia terpengaruh oleh isi pernyataan yang bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut kelompok tersebut.
Maletzke juga menyatakan bahwa “pencipta pendapat (creator of opinion)”, lewat mana isi media massa biasanya disaring sebelum sampai pada komunikan, seringkali berada di lingkungan sosial komunikan yang terdekat, misalnya komuniti lokal tempat dia tinggal.
• Komunikan Sebagai Anggota Publik (Member of the Audience)
Situasi waktu menerima isi pernyataan pada komunikasi massa berbeda dengan pada komunikasi tatap muka. Sebagai anggota dari massa publik yang tidak terorganisir, seorang komunikan tidak menghadapi tuntutan yang besar untuk menanggapi atau melakukan tindakan-tindakan tertentu seperti dia melakukan komunikasi tatap muka. Situasi waktu menerima isi pernyataan dapat mempengaruhi pengalaman komunikasi. Dalam hal ini, pada saat komunikan menerima isi pesan yang disampaikan Thoby lewat tulisannya berada di lingkungan kerja akan berbeda situasinya dengan pada saat berada di rumah. Dimana akan terjadi diskusi panjang membahas isi pesan tersebut apabila berada dengan rekan-rekan di lingkungan kerja, sedangkan dirumah diskusi akan terbatas bahkan besar kemungkinan tidak akan terjadi diskusi.

Secara garis besar keefektifan proses komunikasi yang berlangsung dari unsur-unsur komunikasi yang telah dibahas sebelumnya pada Model maletzke ini, berisi faktor-faktor sebagai berikut :
• Citra dalam diri komunikan terhadap satu sama lainnya
Sewaktu menciptakan isi pernyataan atau pesan, komunikator memiliki gambaran tentang komunikan, walaupun yangterakhir ini tidak hadir atau berada didepannya secara fisik. Bagi komunikator massa, muncul masalah-masalah tertentu karena audiensnya bersifat heterogen dan anonim (tidak dikenal), dan karena umpan balik yang ada tidak memberikan gambaran yang memuaskan tentang bagaimana keadaan audiens tersebut. Keadaan yang seperti ini akan mengurangi keefektifan komunikasi.
Citra medium bagi komunikan sangat penting artinya bagi pemilihan dan pengalaman memakai media itu. Seringkali komunikan sulit membentuk gambaran komunikator di kepalanya, tetapi dalam hubungannya dengan medium, komunikan dianggap terpengaruh, misalnya oleh faktor kredibilitas. Hal lain yang perlu diperhatikan ialah apakah komunikan beridentifikasi terhadap komunikator dan nilai-nilai yang dianutnya atau tidak.
• Umpanbalik spontan dari komunikan
Komunikasi massa dianggap proses satu arah (linier), karena proses ini hampir selalu tidak memunculkan umpanbalik spontan seperti yang ada pada komunikasi tatap muka. Seperti telah dibahas sebelumnya, ketiadaan umpanbalik yang demikian ini merupakan sebab kenapa komunikator seringkali tidak memiliki gambaran yang tepat tentang audiensnya.

Baca selengkapnya......